Kelanjutan Kontroversi dan Akibat-AkibatNya

Di bawah ini adalah terjemahan Bab 8 Biografi Gordon H. Clark terkait perdebatannya dengan van Til.

“Sidang [1946] tersebut mendukung penahbisan Dr. Gordon H. Clark dengan suara hampir mencapai dua banding satu. Seorang anggota fakultas Seminari Westminster dengan pidato yang berapi-api menyatakan bahwa tidak boleh ada seorang pun yang berpikir bahwa apa yang disebut kasus Clark telah berakhir, dan bahwa ia akan terus berjuang sampai ‘napas penghabisannya’. Mereka berupaya menggagalkan penahbisan Tuan Tichenor. Mereka berhasil menggagalkan pengutusan Pdt. Floyd E. Hamilton untuk mengajar di sebuah seminari di Korea yang mengajukan permintaan mendesak atas jasanya. Dan semua itu diakibatkan karena kedua orang ini mendukung poin-poin tertentu pandangan Dr. Clark. Hasilnya adalah pendeta demi pendeta telah menarik diri dari denominasi ini untuk mencari hubungan yang lebih baik.”[1]

—Sesi Calvary Church, Willow Grove, tentang hal meninggalkan OPC

Keberatan Berlanjut

Meskipun Keberatan dikalahkan di Presbiteri Philadelphia pada tanggal 29 Maret 1945, namun diangkat kembali di Sidang Raya Keduabelas OPC pada bulan Mei tahun yang sama.[2] Untuk menangani Keberatan, dibentuk sebuah komite di sidang raya yang beranggotakan lima orang. Anggota-anggota tersebut, menurut peraturan gereja, diminta dari luar Presbiteri Philadelphia, yaitu presbiteri tempat asal Keberatan. Lima orang yang terpilih dalam komite itu adalah Richard Willer Gray, Edmund Clowney, Lawrence Gilmore, Burton Goddard, dan John Murray.[3] Dr. Murray, seorang profesor di WTS, pasti mendukung pandangan penulis Keberatan. Dr. Goddard, dari Gordon College, dan Rev. Gray adalah teman dekat Clark dan tidak diragukan lagi berada di pihaknya. Dengan demikian, suara yang menentukan terletak pada pendapat Pendeta Gilmore, seorang pendeta di sebuah gereja di New Jersey, dan Pendeta Clowney, mantan mahasiswa Clark di Wheaton College dan lulusan baru dari Westminster Theological Seminary. Clowney terpilih sebagai ketua komite. Keterlibatannya menjadi sangat penting.

Dalam persiapan penulisan laporan yang akan disajikan pada sidang raya tahun berikutnya, Clowney menulis surat kepada Clark untuk memperjelas pemahamannya tentang pandangan Clark. Meskipun surat asli dari Clowney sudah tidak tersedia lagi, tanggapan Clark masih ada. Surat Clark menunjukkan rasa jijiknya dengan seluruh situasi yang ada. Surat tersebut layak untuk dikutip cukup panjang. Bunyinya sebagian:

Selalu menyenangkan untuk membalas secara pribadi surat pribadi yang menanyakan pandangan saya. Komite tempat Anda menjadi anggota tidak meminta saya untuk hadir. Saya berpendapat bahwa di Sidang Raya terakhir prosedur yang ditetapkan adalah prosedur administratif yang diterapkan pada kasus peradilan, dan bahwa ketidakadilan itu tidak kurang dari yang dialami Dr. Machen dalam persidangannya. Tidak ada yang lain lagi yang layak menjadi hakim, tetapi komite ini bukan komite yudisial. Jauh dari panggang dari api.[4]

Mengenai salah satu pertanyaan teologis yang diajukan Clowney untuk klarifikasi, Clark menanggapi dengan mengangkat apa yang ia lihat sebagai kesalahan utama dalam pandangan para penyusun Keberatan, yaitu: memasukkan istilah “isi” ke dalam pembedaan obyek dan mode pengetahuan yang ia pegang… Clark menulis,

Yang dimaksud ‘mode mengetahui’, sebagaimana saya gunakan, hanyalah aktivitas psikologis orang yang mengetahui. Objeknya adalah apa yang diketahui oleh orang yang mengetahui. Jawaban atas pertanyaan, Bagaimana Anda tahu, akan mengungkap cara Anda mengetahui. Jawaban atas pertanyaan, Apa yang Anda ketahui, akan menyatakan objek. Sejauh ini dalam seluruh diskusi ini saya gagal melihat perlunya memasukkan unsur lain; khususnya elemen ketiga [yaitu isi] yang telah dimasukkan. Hal itu sama sekali tidak masuk akal menurut saya.[5]

Pada Sidang Raya Ketiga belas OPC pada bulan Mei 1946, komite yang terdiri dari lima orang, dengan pengecualian John Murray, menyepakati kesimpulan yang mendukung Clark. Lebih tepatnya, mereka menyimpulkan bahwa presbiteri tidak salah dalam hal menahbiskan Clark. Edmund Clowney menyajikan laporan yang menyimpulkan bahwa pandangan Clark tentang inkomprehensibilitas Allah tidak berbeda secara substansial dari pandangan para penulis Keberatan.[6] Laporan mayoritas mereka sebagian berbunyi:

Telah ditunjukkan bahwa tuduhan khusus utama Keberatan tidak mendapat dukungan dari catatan stenografi. Dr. Clark tidak dapat dituduh gagal membedakan antara pengetahuan Ilahi dan pengetahuan manusia dalam hal “isi” ketika ia membagi pengetahuan hanya menjadi dua bagian, yaitu mode dan objek. Kami telah mempelajari bahwa mungkin, dan bahkan kemungkinan besar pembedaan mode pengetahuan yang dikemukakan Dr. Clark sudah mencakup banyak hal yang diharuskan oleh para penulis Keberatan untuk menjadi bagian dalam pembedaan isi yang mereka kemukakan. Hal ini memang harus diperiksa lebih dekat. Menyatakan bahwa skematisasi pengetahuan menjadi mode-isi-objek tidak penting tidak sama dengan menyatakan bahwa tidak ada doktrin yang disampaikan dengam skematisasi semacam itu yang penting. Timbul kesulitan dalam menentukan perbedaan apa yang hendak ditekankan oleh para penulis Keberatan ketika mereka berbicara tentang isi, yaitu sebuah istilah yang tidak mereka definisikan.[7]

Mengacu pada Keberatan yang berkaitan dengan Pengakuan Iman Westminster, laporan tersebut menyimpulkan, “Komite berpendapat bahwa Keberatan mengharuskan Presbiteri Philadelphia untuk berpegang pada teori pengetahuan yang lebih spesifik daripada yang diminta standar yang dianut [dalam gereja].”[8]

Setelah laporan sidang raya yang mendukungnya, Clark menganalisis Keberatan dan Jawaban dalam sebuah dokumen yang berjudul “Studies of the Doctrine of the Complaint” pada musim dingin 1946/1947. Dalam dokumen yang tidak diterbitkan, namun ditemukan di antara makalah-makalah Clark itu, ia bertujuan untuk menunjukkan bahwa “sumber kesulitan dan masalah utama antara kedua pihak bersifat epistemologis.” Ia menjelaskan, “Orang-orang yang menulis Jawaban mempertahankan posisi Warfield, Hodge, Charnock, dan Calvin. Bahwa Keberatan tidak secara konsisten berpegang pada posisi tersebut, tetapi mengubah dan melemahkan doktrin mereka dengan epistemologi yang tidak dapat berdasar, dan makalah ini bertujuan untuk membuktikannya.”[9] Argumen lengkapnya terlalu panjang untuk dicantumkan dalam bab ini, namun layak dibaca, jadi dicantumkan sebagai lampiran pada buku ini.

Setelah “Kasus Clark” secara resmi ditutup dengan mendukung Clark, fakultas Westminster Theological Seminary mengalihkan perhatian mereka kepada orang-orang yang telah mendukung Clark.[10] Pendukung Clark menjadi sasaran dalam upaya faksi WTS untuk memurnikan gereja (agar sesuai dengan pandangan mereka tentang teologi Reformed) dengan menyiapkan penghalang bagi pengaruh [pendukung Clark]. Tiga situasi di mana “Kasus Clark” meluas ke bidang kerja gereja yang lain adalah (1) upaya untuk mendirikan Reformed Christian university, (2) penahbisan Alan Tichenor, dan (3) keputusan untuk tidak memperbarui jabatan profesor misionaris Floyd Hamilton di seminari di Korea.

Asosiasi Universitas Kristen

Pada awal tahun 1940-an, dimulai sebuah gerakan di antara anggota Orthodox Presbyterian Church untuk mendirikan universitas Kristen. Denominasi tersebut telah memiliki sebuah seminari (walaupun secara resmi bersifat independen) yaitu Westminster Theological Seminary untuk pendidikan teologi calon pendeta mereka. Namun timbul keinginan untuk juga memiliki sebuah institusi pendidikan bagi para mahasiswa yang ingin mendapatkan gelar di bidang-bidang lain. Pada saat itu banyak pemimpin gereja OPC percaya bahwa universitas-universitas di negara itu bertentangan dengan Kekristenan. Bahkan universitas-universitas tersebut, menurut mereka, mendasarkan pengajarannya pada prinsip-prinsip sekuler. Menurut salah satu editor The Presbyterian Guardian, tidak ada satu pun sekolah pascasarjana yang mendasarkan pengajarannya pada wawasan kehidupan dan dunia Kristen Protestan.[11]

Asosiasi Universitas Kristen dibentuk untuk mewujudkan gagasan tentang sebuah universitas Kristen yang menyeluruh. Edwin H. Rian terpilih sebagai sekretaris umum pengurus Asosiasi. Di bawah pimpinan Rian, yang merupakan penggalang dana utama, asosiasi tersebut menyerukan adanya “pusat pembelajaran Kristen yang hebat” dan menawarkan Free University di Amsterdam sebagai contoh dari institusi semacam itu.[12] Menurut AD/ART Asosiasi tersebut, universitas baru itu harus berkomitmen pada doktrin Reformed tetapi bebas dari kendali denominasi. Keanggotaan dalam Asosiasi tersebut berasal dari seluruh denominasi Reformed dan Presbiterian di Amerika Utara, termasuk anggota Orthodox Presbyterian Church, Christian Reformed Church, Reformed Presbyterian Church General Synod, Presbyterian Church in the United States, Reformed Church in America, dan Presbyterian Church in Canada.[13] Asosiasi ini benar-benar sebuah upaya pan-reformed, setidaknya pada awalnya.

Pada tahun 1942 Gordon Clark sedang mempertimbangkan pengunduran diri dari Wheaton College dan mulai mencari posisi profesor di tempat lain. Saat itu ia menerima surat dari Rian tentang proyek universitas baru tersebut. Rian menulis kepada Clark:

Anda akan senang mengetahui bahwa empat denominasi…telah menunjuk komite untuk berunding tentang Federasi Gereja-Gereja Presbiterian dan Reformed… Jika federasi ini terwujud, kita dapat membentuk asosiasi universitas, yang terpisah dari federasi tetapi didukung oleh semua kelompok di dalamnya. Jika rencana kami berjalan seperti yang saya harapkan, kami mungkin bisa mendapat dukungan sebanyak 300.000 orang terhadap universitas ini. Kemungkinan besar akan memakan waktu beberapa tahun sebelum kita bisa mulai.[14]

Rian mengetahui dampak Clark pada siswa Wheaton dan ia melihat Clark sebagai konstituen penting bagi universitas baru tersebut untuk menjangkau dunia injili yang lebih luas.

Clark sepakat dengan Rian tentang perlunya mendirikan universitas Kristen. Ia menulis di The Presbyterian Guardian:

Praktis segala sesuatu yang muncul di media cetak, dalam arti luas bersifat humanistik. Situasi seperti itu menunjukkan dengan jelas apa yang [kita] butuhkan. Harus didirikan sebuah pusat pembelajaran Kristen tempat melaksanakan penelitian di segala bidang. Sebuah kolese Kristen tidak cukup. Sudah ada beberapa kolese Kristen saat ini. Beberapa di antaranya menghasilkan karya yang cukup baik; namun beberapa yang lain tidak terlalu kompeten. Daftar publikasi fakultas menjadi kriteria. Ada cukup ruang di negara ini bagi kolese Kristen lainnya, jika mereka ingin kompeten. Namun kebutuhan yang lebih besar saat ini adalah sebuah universitas. Di dalamnya termasuk pendidikan hukum…. harus ada juga pendidikan lanjut untuk gelar doktor, dan pendidikan itu harus dikelola oleh sebuah fakultas yang melalui penelitian, kritik timbal balik, dan publikasi akan mengembangkan filosofi yang akan mengkoordinir pemikiran dan tindakan Kristen.[15]

Hampir tidak dapat diragukan bahwa Clark, dengan banyak publikasinya dan ketidakpuasannya terhadap suasana interdenominasi di Wheaton College, membayangkan dirinya sebagai bagian dari fakultas yang diusulkan tersebut. Pemimpin gereja lainnya juga memandang Clark sebagai orang yang tepat. Robert K. Rudolph dari Reformed Episcopal Seminary menulis tentang dewan Asosiasi Universitas Kristen, “Kami telah mulai mencoba memilih sebuah fakultas pembuka. Banyak dari kami menganggap Gordon Clark orang yang tepat untuk mengepalai Departemen/Jurusan Filsafat.”[16]

Asosiasi tersebut mengambil langkah penting untuk mencapai tujuan mendirikan universitas baru ketika pada tahun 1944, mereka membeli lahan seluas tiga puluh empat acre[17] sepanjang Lynnewood Hall di PAB Widener Estate di Elkins Park, Philadelphia untuk kampus mereka.[18] Rencana untuk Universitas Kristen sama megahnya dengan mansion revival neoklasik yang memiliki 110 kamar yaitu Lynnewood Hall. Universitas tersebut akan menjadi universitas yang “tidak ada duanya” dan akan memberikan gelar sarjana dan pascasarjana. Asosiasi menulis artikel empat halaman di The Presbyterian Guardian dengan gambar kampus yang baru dibeli dan iklan untuk mencari kontribusi dan permohonan untuk keanggotaan. Artikel tersebut juga mencantumkan nama para pengawas asosiasi tersebut. Di antara mereka adalah John Murray dan Cornelius Van Til dari Westminster Theological Seminary, serta Edwin Rian dan Robert K. Rudolph. Tapi daftar para pengawas tidak mencantumkan Gordon Clark.[19]

Pada tahun 1946 diadakan sebuah kontes untuk menentukan nama universitas dan pemenangnya adalah “The Christian University of America.”[20] Tetapi hasil ini terbukti menjadi perkembangan positif terakhir untuk upaya yang naas tersebut.[21] Pembentukan universitas berkembang jauh lebih jauh lambat dari pada yang diinginkan Edwin Rian. Dalam asosiasi muncul dua faksi. Mayoritas Dewan Pengawas Asosiasi dikendalikan oleh orang-orang (termasuk sejumlah profesor Westminster Theological Seminary—Ned Stonehouse, John Murray, RB Kuiper, dan Cornelius Van Til) yang menginginkan keanggotaan Asosiasi terbatas pada orang-orang yang memiliki pandangan teologi Reformed yang sama dengan mereka. Kelompok kedua, yang dipimpin oleh Rian, menginginkan keanggotaan yang lebih luas. Kedua kelompok ini berbeda pendapat tentang tema yang sama dengan yang tema yang menjadi pokok perdebatan dalam kontroversi yang saat itu sedang berlangsung terkait penahbisan Clark.

Dr. Rudolph, teman lama Clark, menyatakan bahwa kelompok mayoritas di dewan pengawas bertanggung jawab atas masalah yang terjadi di Asosiasi tersebut. Ia mengatakan bahwa kelompok mayoritas tersebut memiliki “keyakinan tertentu mengenai sifat Kalvinisme, dan mengenai teologi dan apologetika yang mengikat Asosiasi pada posisi yang akan memustahilkan pendirian Universitas tersebut,”[22] dan bahwa “secara khusus Dewan Pengawas harus meringankannya persyaratan untuk calon anggota Dewan di masa depan, agar pekerjaan yang diamanatkan kepada Dewan Pengawas dapat dilaksanakan.”[23]

Bagi Dr. Rudolph jelas bahwa kedua faksi itu muncul terkait dengan tema dan dengan banyak alasan yang sama dengan dalam perselisihan mengenai penahbisan Gordon Clark. Ia percaya “orang-orang yang dicalonkan menjadi Dewan Pengawas menentang Dr. Clark, dan tampaknya hanya orang-orang seperti itu yang memiliki kesempatan dicalonkan.”[24] Sebagai bukti atas pendapatnya, pada salah satu pertemuan awal Asosiasi, nama Clark diusulkan sebagai calon anggota dewan pengawas dan langsung ditolak oleh kelompok mayoritas.[25] Rian juga berselisih dengan dewan pengawas. Menurut Dr. Rudolph, dewan pengawas menuduh Rian tidak cukup Calvinis, tuduhan yang diyakini Rudolph muncul karena Rian mendukung Clark dalam kontroversi penahbisannya.

Kurangnya keanggotaan yang memadai dan dukungan dari denominasi lain mempengaruhi keuangan Asosiasi. Christian Reformed Church menyimpulkan dalam berita acara rapat sinodenya:

Patut disayangkan bahwa mengingat pada tahap awal ini saja ada indikasi perselisihan internal di jajaran Orthodox Presbyterian Church, yang para pemimpinnya adalah pendukung utama Universitas yang Kalvinistik (perhatikan kasus Clark); maka Sinode menyatakan bahwa kita enggan mendukung pendirian Universitas yang disebut Kalvinistik tersebut kalau para pemimpin gerakan tersebut tidak sepenuhnya saling sepakat tentang apa yang dimaksud dengan Kalvinisme sejati.[26]

Pembayaran properti sudah jatuh tempo, tetapi karena kurangnya dukungan, Asosiasi harus berjuang keras untuk melunasinya.

Pada tanggal 11 September 1946, dewan Asosiasi memberhentikan Edwin Rian dari tugas dengan delapan belas suara berbanding lima. Alasan yang dikemukakan oleh Ned Stonehouse tentang pemecatan Rian adalah bahwa “selama beberapa waktu semakin terbukti bahwa Dr. Rian tidak sejalan dengan kebijakan tertentu dari Dewan Pengawas, yaitu kebijakan yang sangat mempengaruhi karakter gerakan dan Universitas yang hendak didirikan dan diasuhnya.” Bukti yang disediakan untuk mendukung tuduhan tersebut adalah bahwa Rian menganggap Dewan Pengawas gagal menjalankan tanggung jawabnya karena terlalu selektif memilih keanggotaan dewan, dan bahwa dibanding Dewan Pengawas, Rian memiliki konsep yang berbeda tentang AD/ART Asosiasi yang ia percayai memberinya, sebagai presiden, kekuasaan atas dewan pengawas bahkan untuk memberhentikan anggotanya. Demikianlah, seperti halnya “kasus Clark”, kasus ini adalah perebutan kekuasaan, tetapi kali ini perjuangannya adalah untuk menguasai Asosiasi Universitas, bukan denominasi atau seminari.[27]

Hubungan antara pemecatan Rian dan keberatan terhadap Clark terbukti dari komentar Thomas Birch, editor Presbyterian Guardian yang Pro-WTS. Bagi Birch dan mereka yang berada di faksi WTS, hanya pandangan mereka (yang dalam banyak hal berasal dari tradisi Gereja Reformed Belanda di Amerika dan Belanda) yang dapat diterima dalam denominasi tersebut. Birch menulis, “The Christian Reformed Church tidak memiliki sayap kiri militan yang mencoba mendominasi seperti di OPC. Gereja itu tidak memiliki teologi Clarkian, tidak ada penyembah kesalehan, tidak ada orang yang melemahkan atau merendahkan Kalvinismenya. Saya tidak terlalu menyukai Christian Reformed Church juga, tetapi saya lebih memilihnya daripada OPC, jika OPC dikendalikan (saya sangat berharap tidak sampai terjadi demikian) oleh sayap Clark-Strong-Rian.”[28] Dan dalam surat yang sama Birch menulis, “Orang yang sikapnya tidak ramah terhadap Westminster Seminary adalah orang yang dukungan sejatinya terhadap prinsip-prinsip dan kelanjutan Calvinisme harus saya pertanyakan dengan serius. Entah dia Eerdmans, Strong, Rian, Clark, atau Plotnick.”[29]

Di sisi lain dari masalah ini, pandangan sayap “Clark-Strong-Rian” dan ketidakpuasan umum terhadap kepemimpinan Asosiasi terlihat dalam komentar dari salah satu anggota dewan, John MacDonald, yang menulis, “Bahwa proyek Universitas tersebut sampai mengalami hal seperti ini, merupakan sesuatu yang memalukan dan tentu saja tidak menyenangkan Allah. Bagi saya, tampaknya yang menjadi alasan terjadinya kondisi ini adalah sikap yang tidak kristiani sama sekali dari pihak anggota Dewan yang bersikeras bahwa Calvinisme versi mereka adalah satu-satunya Calvinisme yang layak diterima bagi Universitas [yang akan dibangun].”[30]

Kritik kepada Stonehouse atas pengunduran diri paksa Rian berasal dari sebuah surat Rev. Robert Moody Holmes yang berbunyi:

Bertahun-tahun yang lalu, Dr. Rian sangat bersemangat untuk mendirikan sebuah Universitas Kristen. Ia membicarakan hal itu dengan saya dan beberapa orang lain. Dan saat ia akan melihat mimpinya menjadi kenyataan, setelah bertahun-tahun bekerja tanpa lelah untuk mencapai tujuan tersebut, Anda dengan kejam menghancurkan dasarnya dan menghancurkan karya yang untuknya ia telah baktikan hidupnya. Sejak awal Anda sudah tahu bahwa kebijakannya bersifat ekumenis. Atas dasar lain apa lagi Universitas tersebut dapat melayani iman Reformed? Itulah satu-satunya alasan bagi keberadaan universitas tersebut. Lalu, mengapa Anda mengasosiasikan diri Anda dengannya dan gerakan itu jika Anda memang tidak setuju dengan prinsip itu? Dari satu sudut pandang, yang Anda lakukan seperti perampasan dan dari sudut lain dapat dilihat sebagai sabotase. Apakah Anda dan rekan-rekan Anda bertekad untuk melenyapkan semua orang dalam keluarga Reformed yang tidak cocok dengan pola kepribadian khas Anda? Sadar atau tidak, Anda sedang menghancurkan karya mulia yang sangat dibutuhkan, yaitu Westminster Seminary, Orthodox Presbyterian Church, dan Asosiasi Universitas Kristen/Christian University Association.[31]

Setelah Rian diberhentikan, Dr. Rudolph mengundurkan diri dari dewan pengawas.[32] Dalam surat pengunduran dirinya, Rudolph menjelaskan alasannya untuk mengundurkan diri karena:

Semakin paham bahwa kepemimpinan [kelompok] mayoritas tidak mampu menjalankan Universitas yang butuh banyak orang [dan pikiran] dalam dewan pengawas dan fakultasnya yang tulus dan Calvinis, kalau kepemimpinan tersebut telah mengambil bagian dalam upaya mengajukan tuduhan sebagai bidat terhadap orang Kalvinis yang gigih dan terkenal serta menerima Pengakuan Westminster seperti Gordon H. Clark, PhD. Dr. Clark dituduh tidak setia pada iman Reformed karena kepemimpinan mayoritas menuduhnya berdasarkan (pemahaman mereka terhadp) implikasi posisi teologis dan epistemologisnya, bukan karena bukti penyangkalan atau ketidaksetiaan terhadap ketentuan Westminster. Siapa anggota Fakultas atau Dewan Pengawas yang akan bebas dari penganiayaan seperti itu?[33]

Pertarungan di dalam OPC terkait dengan pertanyaan seputar kepatuhan pada terhadap Pengakuan Iman Westminster. Faksi WTS percaya bahwa mereka melanjutkan tradisi Presbiterianisme Aliran Lama yang mengharuskan kepatuhan pada standar tersebut. Namun demikian, pihak oposisi, yang sama-sama ingin mempertahankan Pengakuan tersebut, merasa bahwa faksi WTS [sudah bertindak melampaui] Pengakuan Iman tersebut dengan menjadikan pandangan khas mereka sebagai standar.

Salah satu keluhan terhadap Ned Stonehouse tentang tindakan dewan terhadap Edwin Rian memandang tindakan tersebut sebagai kelanjutan dari kasus Clark dan bahkan menyebut Gordon Clark sebagai “orang suci yang dianiaya itu.”[34] Namun demikian, tidak semua mendukung Clark. Seorang donor untuk proyek tersebut menulis kepada Ned Stonehouse:

Saya telah membaca surat yang dikirimkan untuk saya beberapa waktu lalu terkait ketidakpuasan beberapa anggota Asosiasi Universitas, yang tinggal kurang lebih di lingkungan dekat properti universitas kecuali beberapa dari mereka, seperti Dr. Gordon H Clark dan kawan-kawan. Saya telah membaca surat itu lebih dari sekali, guna mendapatkan pemahaman yang jelas tentang masalah ini. . . . Tampaknya bagi saya ada elemen dalam asosiasi yang sangat tidak sehat hingga ke intinya dalam kaitannya dengan Calvinisme dan sekarang mereka sadar bahwa orang-orang yang Calvinismenya lebih kuat daripada mereka bisa unggul dalam hal kendali atas universitas tersebut, dan mereka lebih suka menghancurkan upaya tersebut dari pada berupaya bersama-bersama mereka untuk mendapat dukungan di masa depan.[35]

Setelah kepergian Rian, ditemukan sebuah anomali mencolok pada pembukuan Asosiasi. Stonehouse menulis kepada Rian, “Sehubungan dengan penjualan Widener Estate, saat ini diketahui bahwa ada orang-orang yang terdaftar sebagai anggota namun sama sekali tidak menyadari bahwa mereka adalah anggota…. Setelah memeriksa permohonan, selanjutnya diketahui bahwa orang-orang ini tidak pernah secara pribadi mengajukan permohonan, tetapi nama mereka diketik oleh orang lain… Mengingat ketentuan yang sangat jelas dari AD/ART Christian University tentang permohonan keanggotaan, saya sangat ingin mengetahui apakah ada sesuatu yang dapat Anda katakan dalam keringanan prosedur ini.”[36] Penyelidikan lebih lanjut atas surat Rian kepada anggota yang telah membayar lebih dari lima dolar yang diminta menemukan bahwa Rian mengizinkan setiap kelebihan lima dolar untuk digunakan mendaftar anggota tambahan.[37] Tak lama setelah ditemukannya masalah dalam pembukuan tersebut, Rian mengumumkan bahwa ia kembali ke PCUSA, yaitu sepuluh tahun setelah ia memisahkan diri dari PCUSA untuk bergabung dengan OPC.[38] Karena Rian pernah menjadi tangan kanan J. Gresham Machen, mendiang pemimpin OPC, kembalinya Rian ke PCUSA merupakan hal yang memalukan bagi OPC.

Terbukti dengan kegagalan Christian Asosiasi Universitas Kristen/University Association, kesatuan OPC dan Westminster Theological Seminary telah runtuh sejak kematian J. Gresham Machen. Machen adalah ujung tombak dalam kedua organisasi. Di zamannya ada musuh bersama (modernisme), dan banyak perbedaan di antara kaum fundamentalis yang membentuk OPC dan WTS dikesampingkan. Faksi-faksi baru yang berkembang muncul sebagai akibat dari kekosongan kepemimpinan akibat absennya Machen.

Asosiasi Universitas Kristen/Christian University Association  hanya bertahan beberapa saat setelah kepergian Rian. Asosiasi gagal membayar pinjamannya untuk properti kampus.[39] Kampus itu dijual dengan lelang sherif/sheriff sale kepada pengembang real estate pada tahun 1948 yang memiliki pemikiran untuk mengubahnya menjadi country club.[40] Tujuan akademis properti itu akhirnya terwujud pada tahun 1952 ketika Faith Theological Seminary membelinya untuk kampus baru mereka.[41]

Pada tahun 1945, Clark tidak mengetahui bahwa Christian University of America adalah upaya yang gagal, dan ia berharap untuk tetap memegang posisi barunya di Universitas Butler selama beberapa tahun sampai Universitas Kristen tersebut dapat didirikan. Dengan koneksi di dalam dewan pengawas dan keinginan untuk mendapatkan posisi mengajar di sebuah universitas Kristen, Clark adalah kandidat yang berpeluang besar untuk posisi menjabat sebagai profesor filsafat di universitas tersebut (walaupun beberapa anggota dewan berpendapat bahwa teologinya buruk), jika fakultas tersebut terealisir. Namun demikian, di antara fakultas WTS sendiri minat untuk membentuk universitas yang diusulkan tidak pernah lebih dari suam-suam kuku, karena tidak cukup donor untuk seminari tersebut (yang sebenarnya tidak punya pijakan keuangan yang pasti) maupun bagi universitas yang direncanakan.

Ekspektasi Edwin Rian terhadap Universitas Kristen terlalu optimis. Harapannya untuk mendapat dukungan 300.000 orang bagi universitas tersebut tidak pernah terwujud. Angka 300.000 tampaknya hanya jumlah seluruh anggota denominasi-denominasi yang terlibat, bukan berdasarkan penelitian tentang jumlah anggota yang benar-benar berminat. Melihat ke belakang, dengan tidak adanya kesepakatan bahkan di dalam Orthodox Presbyterian Church yang relatif kecil itu sendiri, gagasan bahwa semua denominasi Kristen Reformed dapat bekerja sama untuk mendukung sebuah proyek sebesar sebuah universitas tampaknya merupakan ide yang konyol.

Kasus Tichenor

Pertikaian terkait penahbisan Clark berdampak negatif terhadap penahbisan lain di OPC, yaitu penahbisan Charles Alan Tichenor. Tichenor sangat paham tentang isu-isu yang diperdebatkan di gereja. Ia pernah menjadi salah satu mahasiswa Clark di Wheaton College dan lulus dari sana pada tahun 1938.[42] Ia kemudian melanjutkan ke WTS dan memperoleh gelar Master di bidang Teologi pada tahun 1941 dan kemudian menjadi asisten profesor Perjanjian Lama untuk EJ Young tahun 1943–1945.[43] Sebagai seorang yang memegang lisensi [kependetaan], Tichenor menjadi pendeta pengganti sementara di Westminster Church di Bend, Oregon, pada musim panas 1944 dan tahun berikutnya dinyatakan sebagai pendeta pengganti sementara di Mediator Church di Philadelphia.[44]

Tichenor mendukung penahbisan Clark dan merupakan salah satu dari orang di Presbiteri Philadelphia yang bekerja sama untuk menulis Jawaban untuk membela Clark. Bahwa Tichenor mendukung Clark juga ditampilkan di The Presbyterian Guardian yang mencatat:

Tn. Tichenor, yang menentang mosi tersebut, menyatakan bahwa kemampuan Dr. Clark melampaui kemampuan banyak pendeta Orthodox Presbyterian Church, bahwa ia tidak buta sama sekali terhadap bahasa Ibrani, bahwa ia telah mengajarkan iman Reformed di Wheaton College, dan bersemangat untuk menyebarkan kebenaran Reformed dengan banyak cara. Tn. Tichenor menambahkan bahwa minatnya sendiri pada Gereja Ortodoks Presbiterian akan patah, kalau tidak dapat dikatakan mati, jika Dr. Clark kalah terhadap mosi tersebut.[45]

Tichenor sendiri melamar untuk ditahbiskan di OPC pada tahun 1946 dan mendapat perlawanan seperti yang dialami Clark. Pada pentahbisannya, The Presbyterian Guardian mencatat bahwa “karena ia adalah salah satu dari lima orang yang mengajukan sebuah Jawaban atas Keberatan terhadap presbiteri Philadelphia sehubungan dengan pemberian lisensi dan penahbisan Dr. GH Clark, ia lebih lama ditanyai dibanding prosedur yang lazim,” namun “berdasarkan suara mayoritas, presbiteri akhirnya melanjutkan ke penahbisan.”[46] Tingkat penolakan terhadap penahbisan Tichenor tidak terlihat dari catatan yang ada, tetapi sebuah kesaksian yang disebarkan ke seluruh gereja pada tahun 1948 dan dicetak di The Presbyterian Guardian menyatakan:

Ada upaya yang panjang dan gigih di Presbiteri Philadelphia dan di Sidang Raya untuk mencegah dan kemudian mempertanyakan penahbisan Dr. Gordon H. Clark. Selama satu tahun terakhir ini ada tentangan keras serupa terhadap penahbisan Tn. C. Alan Tichenor, meskipun Sidang Raya sebelumnya telah mendukung Presbiteri Philadelphia yang menyetujui pemeriksaan teologis terhadap Dr. Clark yang pada dasarnya memiliki pandangan yang sama [dengan Tichenor].”[47]

Ceramah Robert Strong berjudul “The Gordon H. Clark Case” menguatkan cerita ini, dengan mencatat bahwa: “Alan Tichenor pernah menjadi dosen di Westminster Seminary; [tapi] penahbisannya hampir ditolak karena [ia] mendukung posisi Clark.”[48]

Kasus Hamilton

Pada tahun 1947 bahaya akibat memiliki pandangan yang sama dengan Clark sekali lagi muncul ketika di Sidang Raya Keempat Belas, Komite Misi Luar Negeri OPC menolak permintaan Floyd Hamilton, seorang misionaris yang telah lama bertugas di Korea, untuk kembali ke Koryu Theological Seminary di Korea tempat ia mengajar hingga Perang Dunia II memaksanya mundur. Komite tersebut melaporkan, “Bahwa Komite, berdasarkan kesaksian Tn. Hamilton [sendiri] di hadapan Komite, dan beberapa publikasi terbaru tentang pandangannya, tidak yakin akan kebijakan untuk mengutus Tn. Hamilton saat ini untuk mengajar di seminari teologi di Korea.”[49] Meskipun komite memilih untuk tidak mengutus Hamilton untuk mengajar di seminari, mereka menginginkannya untuk tetap melanjutkan pelayanan misionaris secara umum di Korea.[50]

Hamilton mengetahui bahwa keputusan komite tersebut terkait langsung dengan keberpihakannya pada Clark dalam kontroversi Clark-Van Til. Karena kesal dengan tindakan tersebut, Hamilton mengundurkan diri dari komite dan menulis, “Komite jelas mengambil tindakan seperti itu karena secara doktrin saya dianggap tidak sehat,” dengan mengacu pada fakta bahwa ia telah memihak posisi Clark dalam kontroversi tersebut.[51] Kemudian di Sidang Raya, semua anggota Komite Misi Luar Negeri (yang telah memilih untuk tidak mengutus Hamilton) dipilih kembali. Hamilton dan yang lainnya memandang ini sebagai persetujuan mayoritas denominasi tersebut atas keputusan komite untuk tidak mengutusnya.

Pertikaian di gereja berlanjut ke tahun berikutnya yaitu di Sidang Raya Kelima Belas pada tahun 1948. Dalam sidang ini terdapat tiga tindakan penting diambil oleh para pendukung Clark dan Hamilton. Pertama, Martin Bohn, yang saat itu merupakan pendeta Clark di Covenant OPC di Indianapolis, mengemukakan usulan atas nama Presbiteri Ohio yang meminta penandatangan Keberatan terhadap Clark untuk menyampaikan kepada Sidang Raya tahun berikutnya sebuah “pernyataan yang mengakui kesalahan penilaian dan cacat tindakan mereka yang menyebarkan tuduhan di atas.”[52]

Usulan kedua Bohn, juga atas nama Presbiteri Ohio, membahas situasi Hamilton dan meminta untuk “mengakhiri masa jabatan semua anggota yang menjabat saat ini” di beberapa komite termasuk Komite Misi Luar Negeri yang bertanggung jawab atas “penolakan untuk mengutus” Floyd Hamilton ke Korea untuk mengajar di seminari teologi.[53] Moderator Sidang Raya, John Galbraith, memutuskan bahwa usul-usul tersebut tidak sesuai aturan karena “memberikan pertimbangan tindakan yudisial yang bukan hak prerogatif Sidang ini.”[54] Sejumlah pendeta, termasuk Hamilton, meminta agar suara negatif mereka dicatat.[55] Hamilton sangat marah sehingga ia meminta izin untuk tidak hadir dalam kelanjutan Sidang Raya. Tindakan ketiga yang diambil oleh pendukung Clark adalah protes yang diajukan oleh dua puluh satu pendeta dan dibacakan oleh Pendeta Richard Willer Gray di sidang raya karena gagal meloloskan amandemen yang menjamin bahwa empat doktrin yang [diperdebatkan] dalam Kasus Clark “tidak dapat dianggap sebagai uji kelayakan teologis” karena doktrin-doktrin tersebut” bersifat ekstra-pengakuan [iman].”[56]

Tujuh Surat Samuel Allen

Ketika kontroversi menyebar ke bidang lain dalam gereja, gerakan perlawanan membuat rencana untuk mengemukakan pembelaan terakhir dalam sidang raya. Pembelaan ini diatur oleh Pdt. Samuel J. Allen. Kalau Samuel Allen masih dikenang saat ini, mungkin hanya sebagai pendeta jemaat di North Dakota yang dikunjungi J. Gresham Machen ketika Machen jatuh sakit dan meninggal pada 1 Januari 1937. Keterlibatan Allen dalam kontroversi penahbisan Clark cukup terbatas sampai ia mengirim tujuh surat kepada para pendeta OPC (dan mungkin juga untuk orang awam) yang menjelaskan pandangannya tentang keadaan gereja saat ini dan mengkritik keras faksi WTS.

Surat pertama Allen, “Teach, Evangelize, Contend” (14 April 1947), memuji OPC sebagai gereja yang hebat tetapi diakhiri dengan pertanyaan yang membangkitkan ketegangan untuk direnungkan sampai surat berikutnya tiba. Pertanyaan yang ia ajukan adalah, “Apa penyebab utama perpecahan itu?”[57]

Surat kedua Allen, “Cause of Division” (21 April 1947), sekali lagi memuji kehebatan OPC karena penekanannya pada doktrin di zaman yang non-doktrinal dan karena penentangannya terhadap modernisme. Kemudian untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam surat pertamanya, Allen menulis:

Penyebab utama perpecahan di O.P.C. adalah oposisi dari banyak pendeta dan jemaat awam terhadap kepemimpinan para profesor dari Seminari Westminster. Para profesor tersebut memiliki gagasan yang sangat pasti tentang apa yang merupakan iman dan praktik Reformed…. Para profesor memandang siapa pun yang menyimpang dari konsep mereka sebagai tidak benar-benar Reformed. Daftar orang-orang yang dianggap tidak benar-benar Reformed terus bertambah dari tahun ke tahun. Daftar tersebut mencakup orang-orang yang telah membaktikan waktu, tenaga, dan hidup mereka untuk apa yang mereka anggap sebagai Iman Reformed; . . . orang-orang seperti itu dulu dan sekarang dilarang mengajar di Westminster Seminary atau dilarang menjadi anggota Dewan Pengawasnya atau dilarang menyatakan apapun tentang kebijakan editorial The Presbyterian Guardian. Daftar ini mencakup Carl McIntire, Allan MacRae, Charles Woodbridge, Cary N. Weisiger yang [akhirnya] meninggalkan Gereja kita dan Robert Strong, Clifford Smith, Gordon Clark, Edwin Rian, Floyd Hamilton, penulis, dan mungkin sebagian besar pendeta di O.P.C.[58]

Surat ketiga Allen, “Forthrightness” (28 April 1947), melanjutkan:

Jika isu-isu yang diangkat bukanlah masalah prinsip tetapi hal-hal di mana orang-orang Reformed benar-benar bisa dan memang berbeda, maka para profesor tersebut bukan sedang berterus terang tetapi sedang memecah-belah… Di dalam Gereja Reformed yang sejati selalu ada orang-orang yang sangat menentang doktrin Premilenial, yang menentang apa yang mereka anggap sebagai kesalehan yang tidak diajarkan dalam Kitab Suci, yang menentang tipe penginjilan emosional yang menurut mereka meremehkan pentingnya doktrin yang sehat, dan yang menentang kerja sama dalam bentuk apa pun dengan badan-badan gereja lain sebagai bentuk pengaburan kekhasan Reformed; tetapi sangat sedikit orang [reformed] di Amerika yang benar-benar menerima bahwa orang-orang seperti itu tidak layak berada di Gereja Reformed yang sesungguhnya. Bahkan para profesor itupun belum cukup jujur ​​​​untuk mengatakan hal itu… Mereka menerima kalau orang-orang tersebut tetap berada di dalam Gereja dan bahwa mereka memiliki kebebasan di dalam Gereja dan bahwa mereka harus mendukung lembaga-lembaga Gereja, ditambah lembaga-lembaga seperti Westminster Seminary dan The Presbyterian Guardian. Namun para profesor itu tidak sudi kalau siapapun dari orang-orang yang mereka anggap tercemar oleh kesalahan-kesalahan tersebut untuk memiliki pengaruh nyata dalam penentuan kebijakan Westminster Seminary atau The Presbyterian Guardian. Karena itu mereka sangat ketakutan sehingga sama sekali tidak membiarkan O.P.C menyatakan pendapatnya tentang kebijakan lembaga-lembaga tersebut. Jadi mereka tidak mempercayai O.P.C. Itu sebabnya mereka tampaknya lebih bersedia bekerja dan memecah O.P.C. daripada mengizinkannya untuk bersuara mengenai pendidikan para pelayannya di masa depan atau bersuara dalam penyelenggaraan majalah yang dipandang oleh banyak orang sebagai organ Gereja tersebut. ITULAH ALASAN MENGAPA MEREKA SELALU MEMBUAT O.P.C. MERASA BAHWA MEREKA AKAN MENINGGALKAN KEANGGOTAANNYA JIKA ISU-ISU YANG MEREKA ANGKAT TIDAK DIPUTUSKAN SESUAI KEINGINAN MEREKA.”[59]

Surat keempat Allen “Consistency” (5 Mei 1947), melanjutkan kritiknya terhadap fakultas Westminster. Ia menulis bahwa “konsistensi memiliki sifat seperti permata ketika para profesor menunjukkan kesalahan dispensasionalisme modern dan kesalahan serta kecenderungan ‘fundamentalisme’ secara umum.” Ia melanjutkan tulisannya,

Tetapi konsistensi yang bodohlah yang menyebabkan mereka mengambil pendirian bahwa gereja tidak dapat mengatakan apapun tentang manfaat tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Konsistensi yang bodoh memperlakukan orang-orang seperti McIntire, Strong, Smith, Clark, Hamilton, sebagai hantu-hantu kecil. Konsistensi yang bodohlah yang memaksa manusia untuk terus bertahan dan menghabiskan waktu dan tenaga mereka untuk menyingkirkan orang yang ingin bersahabat namun dianggap musuh, yang antusiasme dan bakatnya diperlukan untuk mencapai tujuan bersama. Konsistensi bodohlah yang menyebabkan para pemikir terbaik di Gereja kita berdebat selama empat tahun tanpa mencapai pemahaman yang bersama mengenai definisi istilah. Konsistensi bodoh inilah yang membuat para profesor itu tidak layak untuk menjalankan kepemimpinan yang praktis dan inspiratif.[60]

Dalam surat kelima Allen, “Militancy” (12 Mei 1947), ia melanjutkan kritiknya dengan menulis:

Para profesor dari Westminster Seminary, dalam kontroversi yang sedang berlangsung ini, sangat yakin bahwa mereka berdiri di tempat yang diinginkan oleh Dr. Machen. Saya tidak berasumsi bahwa saya tahu di mana Dr. Machen akan berdiri dalam kasus Clark, kasus Mahaffy,[61] kasus Rian, kasus Tichenor, kasus Gregory,[62] kasus Hamilton (hanya satu di antaranya yang adalah kasus resmi, tetapi orang lain diinterogasi tanpa henti untuk memastikan apakah mereka berpegang pada dugaan kesesatan atau kesesatan Dr. Clark). Tetapi saya tahu dan tanpa ragu-ragu menyatakan bahwa di mana pun ia berdiri, militansinya tidak akan berkurang melawan modernisme dibanding [kalau harus] melawan orang-orang Kristen yang percaya Alkitab, khususnya mereka yang mengaku sebagai Reformed dan telah menderita karena apa yang mereka pandang sebagai iman Reformed.[63]

Tujuan dari surat keenam dan ketujuh Allen, yang dikirim pada hari yang sama, adalah untuk menggalang dukungan pada Sidang Raya Keempat Belas yang akan datang untuk memberikan suara menentang para profesor Westminster. Ia menulis pada tanggal 19 Mei 1947:

Menurut saya, urusan terpenting di dalam Sidang tersebut adalah pemilihan anggota untuk menjabat di berbagai Komite Tetap Gereja. Komite-komite ini menjadi pemimpin bagi denominasi ini dalam hal misi dan karya pendidikannya. Saya pikir tidak akan menguntungkan bagi Gereja kita jika Komite-Komite tersebut didominasi oleh para profesor dan orang yang tampaknya 100% setuju dengan kebijakan-kebijakan mereka.”

Allen kemudian mengulangi alasan penolakannya yang dimuat dalam surat-surat sebelumnya dan menjadikan kasus Clark sebagai contoh masalah dengan para profesor tersebut:

Kita ambil contoh kasus Dr. Clark. Dalam laporan tentang doktrin inkomprehensibilitas yang ditandatangani oleh Profesor Stonehouse dan Murray, terdapat pengakuan bahwa para penulis Keberatan keliru karena mengasumsikan bahwa ajaran para teolog Reformed tentang topik ini seragam. Ada juga pengakuan bahwa beberapa pernyataan para Penulis Keberatan tidak tepat dan menyesatkan. Tetapi dalam laporan yang sama orang-orang ini berpandangan bahwa Dr. Clark seharusnya paham bahwa mustahil bahwa inti utama Keberatan tersebut adalah bahwa manusia tidak dapat mengenal Allah. Mereka menuntut Dr. Clark dan orang-orang yang menulis Jawaban terhadap Keberatan untuk bersifat arif dan toleran, yaitu sikap yang sebenarnya jika mereka sendiri memiliki… akan mencegah Gereja dari pengalaman mengerikan yang sedang dilaluinya. Mereka telah dan akan terus memperlakukan mantan teman bidat sebagai bidat yang paling rendah; dan terlepas dari pengakuan laporan yang disebutkan di atas, mereka bersikeras menjadikan apa yang disebut kasus Clark sebagai ujian ortodoksi bagi para pendeta O.P.C. Menurut pendapat saya, akan menjadi bencana kalau orang-orang seperti itu terus menjadi bagian dari kepemimpinan.”[64]

Ketujuh surat Samuel Allen ini menunjukkan titik terendah dari situasi di OPC akibat kontroversi penahbisan [Clark] dan menandakan pembubaran gereja yang semakin dekat dan dimulai tidak lama setelah surat tersebut, dengan kepergian banyak pendeta dan jemaat.

Terurainya Orthodox Presbyterian Church dan Kelanjutan Perdebatan

Apa yang Clark anggap sebagai suara penghalang faksi WTS (pada kasus penahbisan Clark dan Tichenor, pengutusan Hamilton untuk mengajar di Korea, dan dalam kasus Asosiasi Universitas Kristen/Christian University Association), epistemologi mereka yang bersifat skeptis, dan OPC yang sibuk bertikai secara internal alih-alih memimpin kaum fundamentalis di Amerika, membawa Clark ke kesimpulan bahwa ia bisa “lebih efektif membawa kebenaran Alkitab ke pikiran manusia dalam hubungan/organisasi lain.”[65] Pada tanggal 14 Oktober 1948, Clark meninggalkan OPC dan bergabung dengan United Presbyterian Church, denominasi di mana kakeknya pernah melayani.[66] Clark bukan satu-satunya korban. Edwin Rian telah meninggalkan OPC dan kembali ke PCUSA pada tahun 1947. Alan Tichenor pindah, seperti halnya Clark, ke United Presbyterian Church pada tahun 1948.[67] Robert Strong, dengan jemaatnya yang besar (Gereja Calvary di Willow Grove, Pennsylvania), meninggalkan OPC pada tahun 1949 untuk bergabung dengan Presbyterian Church U.S (PCUS).[68] Floyd Hamilton bergabung dengan PCUS pada tahun 1955. Pendukung Clark Franklin Dyrness dan Richard Willer Gray juga meninggalkan denominasi tersebut. Secara keseluruhan, sekitar 15 persen jemaat, pendeta, dan anggota meninggalkan OPC karena hal-hal yang berkaitan dengan kasus Clark dan masalah Hamilton.[69]

Alasan Clark untuk meninggalkan [gereja] terungkap dalam surat yang ia tulis pada tanggal 1 Maret 1948, enam bulan sebelum meninggalkan OPC. Dalam surat tersebut, yang ditulis kepada direktur Covenant House (kelompok pro-Clark di OPC yang pertama kali dibentuk untuk menerbitkan traktat Injil[70] dan yang kemudian menerbitkan The Witness), Clark mencantumkan bukti bahwa “Pihak Sektarian” telah sering menyerang warisan Presbiterian Amerika yang OPC akan lanjutkan sesuai azas pendiriannya sebagai “suksesi spiritual sejati dari Gereja Presbiterian di AS” Di antara bukti sektarianisme tersebut, Clark mengutip sebuah artikel yang baru ditulis  di The Presbyterian Guardian saat itu yang menyebut Arminianisme dan modernisme sebagai “sama berbahayanya.” Namun demikian Clark percaya bahwa meskipun “Arminianisme salah menafsirkan Kitab Suci pada beberapa poin penting,” tapi arminianisme masih menerima Alkitab, dan bahwa “Penganut Arminian yang tulus telah dipredestinasikan, bertekun dalam kasih karunia, dan disucikan dengan sempurna di surga.” Modernisme, di sisi lain, tulis Clark, berbahaya karena ” menyangkal infalibilitas Alkitab,” serta “menyangkal penebusan pengganti oleh Kristus,” dan akhirnya “membawa ke neraka.” Dalam mengelompokkan kedua kesalahan ini, para pihak sektarian mengelompokkannya menjadi Kristen dan non-Kristen, dan mengutuk keduanya. Pihak sektarian mengakui ada kesalahan dalam Keberatan tetapi tetap menerbitkannya tanpa upaya mengoreksinya. Menurut Clark, mereka juga menyerang karakter Floyd Hamilton, yang menurutnya keterlaluan mengingat dua puluh tahun pelayanan Hamilton sebagai misionaris asing. Namun lebih dari semua itu, pihak sektarian membuat Clark sangat marah dengan menyiratkan bahwa “pikiran manusia tidak akan pernah tahu kebenaran apa pun” dan dengan demikian akhirnya membuat Clark menyimpulkan bahwa mereka skeptis. Clark menulis:

Tentu saja Sidang Raya memiliki hak secara hukum untuk memilih siapa yang akan mengatur urusan gereja. Tetapi sejauh pihak Sektarian memenangkannya – yaitu sejauh Sidang Raya, setelah melihat dengan jelas bahwa mereka dihadapkan pada dua pilihan, lalu memilih pihak yang skeptis, maka ada pertanyaan yang harus kita ajukan dan jawab: Apakah bermanfaat untuk menghabiskan lebih banyak tenaga untuk mencoba membela tujuan didirikannya OPC? Apakah ada harapan kalau melanjutkan dengan kelompok yang lebih memilih skeptisisme dan fitnah daripada kebenaran? Tidak bisakah kita membawa kebenaran Alkitab ke dalam pikiran manusia secara lebih efektif dalam beberapa hubungan [gerejani] lain? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sulit. Jawabannya mungkin lebih sulit lagi. Tapi jawaban harus diberikan segera. Beberapa teman kami telah mengambil keputusan terkait hal ini.[71]

Kepergian begitu banyak pendeta dan jemaat dari OPC yang memang kecil, dan bersama dengan kepergian tersebut banyak dari semangat penginjilan hilang, pada dasarnya mengakhiri peluang bagi denominasi tersebut memiliki kehadiran numerik yang nyata di lansekap Kristen Amerika. Pecahnya gereja tersebut menjadikan OPC lemah. Selama abad kedua puluh, pertumbuhan OPC lambat, dan tidak pernah memiliki lebih dari tiga puluh ribu anggota[72] sementara PCUSA yang liberal terus menjadi gereja Presbiterian nasional yang paling menonjol.

Kesalahpahaman dan Kebingungan

Ada kesalahpahaman yang besar terkait kontroversi penahbisan [Clark]. Sebagai contoh, dalam biografi Van Til yang ditulis William White, dikatakan bahwa, “Hasil akhir dari kontroversi tersebut (entah itu baik atau buruk) adalah bahwa Keberatan disetujui.”[73] Namun Keberatan tidak disetujui. Entah kebingungan ini bersumber dari fakta bahwa Clark meninggalkan gereja, sehingga membuat Keberatan tampak seolah-olah disetujui, atau berasal dari angan-angan White sendiri. Dalam kasus lain, ada kesalahan faktual yang dikemukakan oleh D. G Hart dan John Muether yang menulis, “[Clark] diberi izin untuk berkhotbah dan ditahbiskan pada rapat yang sama” sehingga ada indikasi bahwa proses penahbisannya terburu-buru.[74] Namun demikian, sebenarnya, ada waktu satu bulan antara pemberian lisensi bagi Clark (7 Juli 1944) dan penahbisannya (9 Agustus 1944). Selain itu, permohonan Clark untuk penahbisan (9 Mei 1942) sudah diajukan lebih dari dua tahun sebelum peristiwa ini. Karena itu sama sekali tidak beralasan untuk menyatakan \bahwa penahbisan Clark terburu-buru.

Mereka yang terlibat dalam kasus Clark sendiri sering bingung. Dokumen-dokumen yang disajikan di sidang raya OPC sebenarnya tidak sepenuhnya ditulis oleh Clark dan Van Til, tetapi oleh perwakilan dari sudut pandang mereka. Keadaan ini bisa disamakan dengan perang proxy. Menurut Robert Strong,

Salah satu kesulitan terkait isu ini adalah bahwa para penentang Clark di rapat presbiteri dan dalam penyusunan Keberatan tidak termasuk Cornelius Van Til. Mereka berbicara atas nama Van Til; adalah pikiran van TIl yang mereka coba ungkapkan. Kontroversi tersebut pada dasarnya pertentangan antara dua pemikir ini, yaitu Gordon H. Clark dan Cornelius Van Til. Tetapi tidak sekali pun Van Til berbicara di rapat presbiteri untuk menjelaskan atau memprotes; dan tidak ada yang ia tulis sendiri tentang isu ini.[75]

Menurut berita acara Sidang Raya OPC, Van Til tidak berkontribusi apapun pun dalam komite penyelidikan tentang doktrin kontroversial tersebut. Sebaliknya, John Murray lah yang membela posisi fakultas WTS. Bahkan, karena itu, John Muether, penulis biografi Van Til, menyebut perdebatan tersebut sebagai “perdebatan Clark-Murray.”[76]

Namun, bagi Clark jelas bahwa Van Til adalah pendorong di balik Keberatan. Clark menulis, “Pandangan Dr. Van Til jelas menjadi latar belakang filosofis Keberatan.”[77] Dan sekali lagi ia menulis, “Harusnya jelas bagi siapa saja yang telah mempelajari dokumen itu bahwa gagasan dan tuduhan-tuduhannya sebagian besar didasarkan pada pandangan Dr. Van Til.”[78] Van Til kemudian menegaskan keterlibatannya sendiri, dan menulis, “Tidak ada seorang pun di Sidang Raya….. yang tidak tahu bahwa saya telah menandatangani Naskah Keberatan terhadap Clark.”[79] Kalaupun jika Van Til tidak berkontribusi dalam komite studi, ia menerbitkan tiga artikel tentang Anugerah Umum di Westminster Theological Journal selama kontroversi tersebut.[80]

Beberapa anggota presbiteri setuju dengan Keberatan hanya berdasarkan reputasi para penyusunnya, tanpa memahami doktrin yang terlibat di dalamnya. Mengacu pada fakta ini, Clark menulis, “Perlunya memahami latar belakang filosofis Keberatan terbukti dari kenyataan bahwa anggota Sidang tertentu secara terbuka mengakui bahwa mereka tidak memahami masalah, sehingga mendasarkan suara mereka pada kepercayaan terhadap kemampuan dan keahlian para penyusun Keberatan.”[81] Pendeta Gray menulis hal yang sama kepada Ned Stonehouse, “Seperti yang Anda dan orang lain nyatakan, reputasi teologis Para Penyusun Keberatan dipertaruhkan dalam kontroversi ini. Ada orang yang mengakui bahwa mereka berada pada pihak Penyusun Keberatan karena reputasi tersebut.”[82] Kemudian ia menyebut nama salah seorang yang terlibat, yaitu seorang penatua lain, dan berkomentar, “Pada titik ini saya merasa seperti Bradford ketika ia duduk di sebelah saya pada pertemuan presbiteri bulan Juli, dan berujar dengan gugup, ‘Saya tidak tahu bagaimana memilih’—jadi ia memilih Clark, dan ketika ia merasa tidak nyaman, ia berubah pandangan dan menandatangani Keberatan.”[83] Supaya tidak ada orang yang berpikir bahwa reputasi hanya merupakan faktor yang berpengaruh agar orang memihak kepada Penyusun Keberatan, harus dicatat bahwa reputasi Clark juga menjadi faktor yang mendorong orang mendukungnya. Ned Stonehouse menyatakan hal ini kepada pendeta lain, “Seorang pendeta… mengatakan kepada saya bahwa seluruh masalah ini mungkin dapat dilihat dengan cara yang berbeda sama sekali jika saja status Dr. Clark tidak diperhitungkan dalam semua ini.”[84]

Menurut John Frame, tidak hanya para peserta kontroversi yang bingung. Clark dan Van Til juga melakukan kesalahan. Frame menulis, “Tidak ada seorangpun dari keduanya yang menunjukkan kemampuan terbaiknya dalam diskusi ini. Masing-masing pihak secara serius salah memahami pihak yang lain.”[85] Berlawanan dengan pandangan Frame bahwa “tidak ada yang menunjukkan kemampuan terbaiknya,” John Muether berpendapat bahwa “Peran Van Til dalam kontroversi, jauh dari memalukan, dan harus dipandang sebagai salah satu momen terbaiknya.”[86] Muether memuji peran Van Til, meskipun ia juga mengakui bahwa perannya agak minimal dengan mencatat bahwa “sebagian besar analisis cenderung melebih-lebihkan keterlibatan [Van Til] dalam perdebatan”[87] dan bahwa “Tidak sekali pun [Van Til] berbicara di presbteri, dan ia juga tidak menulis apa pun selama kontroversi. Ia juga tidak bertugas di komite studi Sidang Raya.”[88]

Sayangnya, tidak banyak pendeta di OPC menyikapi kontroversi ini secara seimbang. Sejak awal hampir setiap pendeta sudah memilih kubu, yaitu kubu Clark atau kubu fakultas WTS, dan tidak pernah mengalah dari posisi mereka. Satu-satunya pengecualian yang diketahui adalah Pdt. Edward F. Hills yang menulis surat kepada Clark dan fakultas WTS meminta perhatian mereka pada “kesatuan doktrinal yang mendasari yang masih ada di Gereja kita” dan menyarankan potensi cara filosofis untuk keluar dari jalan buntu.[89] Tetapi saran Pdt. Hills, entah masuk akal atau tidak, tidak diindahkan.

Perubahan Posisi Penulis Keberatan

Salvo terakhir dalam kasus Clark di OPC diluncurkan pada Sidang Raya Kelima Belas pada tahun 1948 ketika laporan dari komite studi dicantumkan dalam berita acara rapat. Sebuah laporan mayoritas, yang ditulis oleh Murray, Stonehouse, dan Kuschke, secara khusus mengklarifikasi Keberatan, dengan alasan bahwa Keberatan tersebut tidak pernah dimaksudkan untuk bersifat skeptis atau membagi isi pengetahuan manusia dan Allah menjadi dua. Laporan mayoritas tersebut mengakui argumen utama Clark bahwa dengan menyangkali hubungan/titik temu antara pengetahuan Allah dan pengetahuan manusia akan menghasilkan skeptisisme. Laporan tersebut berbunyi: “Pernyataan kedua [dalam keberatan asli] juga menyesatkan, terutama karena kata-kata, “satu titik temu sekali pun.’ Seluruh klausa, jika dibaca secara terpisah, dapat menimbulkan kesan bahwa pengetahuan kita tidak punya hubungan dengan objek pengetahuan ilahi di titik manapun. Tentu saja hal itu tidak benar dan juga bersifat skeptis.”[90] Namun walaupun mengakui bahwa Keberatan menyesatkan, laporan tersebut tetap menyimpulkan bahwa:

Evaluasi yang cermat seharusnya menunjukkan bahwa Keberatan tidak menegaskan adanya perbedaan kualitatif antara “objek” pengetahuan yang diketahui Allah dan yang diketahui manusia atau bahwa proposisi yang benar dalam “makna sempit dan minimalnya, secara kualitatif berbeda bagi Allah” (Jawaban, hal. 21), atau bahwa suatu proposisi yang benar memiliki satu arti atau makna bagi Allah dan yang arti atau makna lain bagi manusia, atau bahwa manusia tidak dapat memiliki titik temu kognitif dengan objek-objek pengetahuan ilahi, melainkan menegaskan adanya perbedaan kualitatif dalam aspek lain, yaitu, apa yang disebut oleh Keberatan sebagai “isi”, seperti dibedakan dari ‘mode’ di satu sisi, dan dari ‘kebenaran yang diketahui’ di sisi lain. Karena itu kami menyimpulkan bahwa, meskipun Keberatan gagal dalam hal kejelasan definisi dan kejelasan rumusan, tidak layak menuduhnya mengarah ke skeptisisme.[91]

Tampaknya para penulis Keberatan merasakan bobot kritik Clark bahwa posisi mereka menghasilkan skeptisisme, sehingga mereka mengubah posisi setelah ada kritik tersebut. Perubahan posisi ini dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) mengubah definisi “isi” dan (2) menerima “titik temu” yang pada awal kontroversi mereka tolak mentah-mentah.

Dalam rangka membela posisi mereka dari tuduhan skeptisisme, jelas bahwa para penulis Keberatan mengubah definisi “isi” yang mereka gunakan dalam jangka waktu antara Keberatan (1944) dan laporan mayoritas yang disusun tahun 1948. Laporan mayoritas menjelaskan “isi” sebagai sesuatu yang berbeda dari “obyek.” Laporan mayoritas berbunyi, “Bukan objek pengetahuan yang dibahas tetapi perbedaan antara karakter pemahaman Allah dan karakter pemahaman manusia walaupun obyek yang dipikirkan sama.”[92] Jadi dalam laporan mayoritas, hal yang berada di balik “objek ” yang menjadi perhatian mereka (yaitu “isi”) diartikan sebagai “karakter pemahaman”. Namun dalam Keberatan, “isi” berarti item pengetahuan di dalam pikiran itu sendiri.

Dalam laporan minoritas, Floyd Hamilton memperingatkan bahwa telah terjadi perubahan definisi. Pertama Hamilton menunjukkan bahwa “masalah definisi yang penting adalah definisi “isi”, yang ditegaskan Penulis Keberatan sebagai berbeda secara kualitatif antara manusia dan Allah.”[93] Selanjutnya ia berargumen bahwa Penulis Keberatan menggunakan “isi” dengan makna item-item pengetahuan dalam pikiran. Ia menulis:

Dalam Keberatan sendiri, arti istilah tersebut adalah… hal-hal yang dikandung dalam pengetahuan Allah, yaitu kebenaran-kebenaran dalam pikiran-Nya… Setelah menyatakan (sebagai proposisi yang harus dibuktikan) bahwa Dr. Clark menyangkal perbedaan kualitatif antara isi pengetahuan Allah dan isi pengetahuan yang mungkin dimiliki manusia, Keberatan mengutip sebagai bukti dengan menegaskan, pertama, bahwa Dr. Clark berasumsi bahwa kebenaran (baik dalam pikiran ilahi maupun dalam pikiran manusia) selalu bersifat proposisional… Masalahnya adalah, argumen tersebut menegaskan, bahwa berdasarkan asumsi itu “tidak ada satu pun pengetahuan dalam pikiran Allah yang tidak dapat diketahui oleh pikiran manusia.”[94]

Clark memahami “isi” dalam Keberatan seperti yang dipahami Hamilton. Ia menulis, “Muncul pertanyaan penting, yaitu apa itu isi pengetahuan seseorang? Jelas isi pengetahuan seseorang adalah kebenaran yang diketahuinya. . . . Isi pengetahuan Allah adalah kebenaran yang diketahui Allah, dan isi pengetahuan manusia adalah kebenaran yang diketahui manusia. Keberatan menyatakan bahwa kedua kebenaran ini berbeda secara kualitatif.”[95]

Mengingat definisi asli “isi” adalah “item pengetahuan” atau “kebenaran yang diketahui,” maka kritik Clark membawa kehancuran bagi posisi Keberatan. Untuk menghindari kehancuran, dalam laporan mayoritas tahun 1948 makna istilah “isi” diubah menjadi “karakter pemahaman”. Namun karakter apa yang dimaksud penulis? Salah satu karakter pengetahuan adalah nilai kebenarannya; yaitu, apakah pengetahuan itu benar atau salah. Dalam pengertian ini, jika sifat pengetahuan manusia berbeda dengan sifat pengetahuan Allah, dan pengetahuan Allah benar, maka pengetahuan manusia hanya bisa salah. Atau bisa juga, “karakter pemahaman” yang dimaksud adalah cara orang mengetahui. Tetapi “cara” mengetahui, tampaknya, sama saja dengan “mode”. Dan pembedaan ‘mode’ yang Clark lakukan dianggap tidak cukup memadai dalam keberatan. Berdasarkan definisi baru kata “isi” yang diajukan penulis Keberatan, Keberatan asli menjadi tidak masuk akal lagi.

Meskipun laporan tersebut mengubah definisi “isi”, Van Til kemudian menolak untuk mendefinisikan istilah tersebut sama sekali. Menanggapi permintaan agar para penulis Keberatan “menyatakan dengan jelas apa yang dimaksud perbedaan kualitatif” (yaitu apa yang dimaksud dengan “isi”), Van Til menulis:

Andaikan para penulis Keberatan harus mencoba untuk “menyatakan secara jelas” (dalam pengertian Dr. Clark) perbedaan kualitatif antara pengetahuan ilahi dan pengetahuan manusia tentang proposisi bahwa dua kali dua adalah empat. Pertama-tama mereka harus menyangkali asumsi dasar mereka sehubungan dengan konsep Kristen tentang wahyu… Justru karena mereka berkepentingan untuk membela doktrin Kristen tentang wahyu sebagai dasar bagi semua predikasi manusiawi yang dapat dipahami, maka [para penulis keberatan] menolak melakukan upaya apa pun untuk “menyatakan secara jelas” doktrin Kristen apapun….[96]

Perubahan posisi yang kedua terjadi pada tahun 1948, ketika surat pencabutan [Keberatan] yang ditandatangani oleh semua penanda tangan asli Keberatan dikirim ke gereja. Sebuah paragraf kunci surat tersebut berbunyi:

Karena ungkapan-ungkapan tertentu yang digunakan dalam Keberatan telah dipahami sebagai ungkapan yang bersifat skeptis dan karena Keberatan tidak dapat menyangkal semua tanggung jawab atas kesalahpahaman tentang maksudnya, dengan senang hati kami menegaskan bahwa, kalau kita berbicara tentang objek pengetahuan, maka pengetahuan manusia memang memiliki titik temu dengan objek pengetahuan ilahi dalam lingkup wahyu ilahi, dan bahwa di dalam lingkup wahyu objek pengetahuan Allah dan manusia sama.[97]

Pengakuan ini sangat jauh berbeda dari pernyataan asli Keberatan bahwa “Kami tidak berani menyatakan bahwa pengetahuan [Allah] dan pengetahuan [manusia] memiliki satu titik temu sekalipun.”[98] Jadi, pengakuan bahwa “objek pengetahuan seperti itu sama untuk Allah dan untuk manusia ” tidak lain adalah kebalikan total dari posisi semula.

Pada tahun 1949, hanya setahun setelah kasus Clark, Van Til membuat terobosan resmi pertama dan satu-satunya ke dalam kontroversi dan menulis tentang isu-isu tersebut dalam silabusnya, An Introduction to Systematic Theology.[99] Dalam silabus tersebut ia menegaskan bahwa ia setuju dengan Keberatan.[100] Tapi ia menguraikan lebih jauh tentang pencabutan yang ditegaskan surat tahun 1948 tersebut. Ia menguraikan:

Pertama-tama, dengan cara ini ada peluang untuk memahami bahwa pengetahuan Allah dan pengetahuan manusia bertemu di setiap titik dalam arti bahwa selalu dan di mana pun manusia dihadapkan pada apa yang sudah sepenuhnya diketahui atau ditafsirkan oleh Allah. [Dalam hal ini] titik rujukannya tidak bisa tidak sama untuk manusia dan untuk Allah. Tidak ada fakta yang manusia temui dalam penyelidikannya di mana wajah Allah tidak berhadapan dengannya. Di pihak lain, dengan cara ini ada peluang untuk memahami bahwa pengetahuan Allah dan pengetahuan manusia sama sekali tidak ada titik temu dalam arti bahwa dalam kesadarannya tentang makna apa pun, dalam pemahaman mentalnya atau pemahamannya tentang apa pun, di setiap titik manusia bergantung pada tindakan pemahaman dan wahyu yang tidak berubah di pihak Allah.”[101]

Dengan demikian, Van Til mengklarifikasi dalam pengertian yang mana ia percaya bahwa ada titik temu dan dalam pengertian yang mana ia percaya tidak ada titik temu. Tetapi karena Keberatan jelas dan bersikeras menegaskan bahwa tidak ada titik temu dalam pengertian apa pun, maka kesimpulannya adalah bahwa pandangan Van Til pasti telah berubah, atau (kalau tidak) Keberatan (yang ditulis oleh orang lain) dan ditandatangani oleh Van Til, tidak pernah secara memadai mencerminkan pandangan Van TIl.[102]

Silabus Van Til tahun 1949 berargumen bahwa perbedaan kualitatif antara pengetahuan manusia dan pengetahuan Allah adalah bahwa pengetahuan manusia [memiliki sifat] ketergantungan dan pengetahuan Allah bersifat mandiri. Tampaknya mustahil Clark akan tidak setuju dengan formulasi demikian. Kenyataannya, ketergantungan atau sifat ketergantungan pengetahuan manusia pada pengetahuan Allah justru merupakan posisi Clark sejak awal. Tampaknya pada tahun 1949 Van Til sudah hampir sepenuhnya berpandangan seperti Clark.[103]

Setelah [Van Til] mengakui pandangan Clark tapi masih membutuhkan alasan untuk melawan Clark guna menjustifikasi Keberatan [yang mereka ajukan], Van Til mengangkat univokisme Clark (yang Clark maksud sebagai titik temu) sebagai berarti bahwa Clark menganggap manusia bersifat otonom, yaitu mampu memiliki pengetahuan terpisah dari Allah. Van Til menulis bahwa Clark “mengabaikan” bahwa mustahil untuk mencapai Allah Kekristenan yang transenden” melalui logika Aristotelian.[104] Namun, presuposisionalisme Clark tidak pernah menyatakan bahwa terbuka peluang untuk membuktikan keberadaan Allah dengan apa yang disebut bukti yang berbasis logika. Malah prinsip kunci dari pandangan Clark adalah bahwa keberadaan Allah tidak dapat dibuktikan dengan apa yang disebut bukti yang disusun oleh manusia, melainkan bahwa pengetahuan tentang Allah adalah bawaan dalam pikiran manusia dan bahwa dalam Alkitab keberadaan Allah diasumsikan, alih-alih dibuktikan. Van Til melanjutkan dengan mengatakan bahwa “Dr. Clark memahami inkomprehensibilitas Allah dengan cara yang sejalan dengan pandangan Roma Katolik atau Arminian, dan tidak sejalan dengan pandangan Reformed,” dan Clark “tampaknya berpendapat bahwa manusia dapat memperoleh sejumlah informasi tentang Allah selain dari wahyu. Tampaknya pengetahuan itu diperoleh dengan ‘akal’ yang bekerja secara terpisah dari wahyu.”[105]

Jelas sekali Van Til salah memahami Clark terkait poin-poin ini sehingga John Frame menulis, “Saya harus katakan bahwa menurut saya kritik terhadap Clark ini tidak masuk akal,” dan “Sekali lagi, saya agak kaget dengan distorsi [yang dilakukan] Van Til terhadap posisi Clark.” Frame menyimpulkan, “Akan lebih membantu jika Van Til, seperti halnya Laporan [Mayoritas], secara lugas mengakui poin Clark bahwa ada makna yang dipahami bersama.”[106]

Kebenaran Proposisional

Laporan yang disajikan pada tahun 1948 di Sidang Raya Kelima Belas OPC tidak mengakhiri perdebatan tersebut. Selain silabus Van Til pada tahun 1949, ada sebuah artikel yang ditulis oleh Clark pada tahun 1957 berjudul “The Bible as Truth.” Dalam artikel ini Clark mengklarifikasi bahwa ia berpegang pada posisi bahwa semua kebenaran bersifat proposisional.[107] Karena kurangnya kejelasan dalam transkrip pemeriksaan asli terhadap Clark, Edmund Clowney dan komite untuk yang bertugas meninjau teologi Clark di sidang raya tampaknya telah secara prematur menolak tuduhan terhadap Clark tentang masalah ini. Keberatan menuduh bahwa “asumsi mendasar yang dipegang Dr. Clark adalah bahwa kebenaran itu, baik dalam pikiran ilahi atau dalam pikiran manusia, selalu bersifat proposisional. ” Tetapi laporan Clowney dan komite membantah tuduhan ini dengan mengatakan:

Komite merasa bahwa, kalau mau adil, tuduhan ini tidak dapat dipandang sebagai secara akurat mewakili Pandangan Dr. Clark seperti yang diungkapkan dalam Transkrip…. Dari catatan terbukti bahwa Dr. Clark menganggap proposisional sebagai sifat kebenaran dalam pikiran manusia. Ia menyatakan, “Saya tidak akan tahu apa arti kata ‘kebenaran’ kecuali sebagai kualitas proposisi. Saya tidak bisa membayangkan apa pun yang merupakan kebenaran yang bukan proposisi. ” Tetapi dari catatan itu sama sekali tidak dapat dikatakan bahwa Dr. Clark berpendapat bahwa pengetahuan Allah bersifat proposisional.[108]

Namun dari jawaban asli pemeriksaan Clark, Clark memang percaya bahwa pengetahuan Allah bersifat proposisional. Namun ternyata Clowney dan komite gagal mencapai kesimpulan tersebut sehingga mereka membantah tuduhan Keberatan tentang hal ini. Tapi bisa juga Clowney berbicara tentang cara Allah mengetahui, bukan objek pengetahuan-Nya. Posisi Clark dalam “The Bible as Truth” pada dasarnya sama dengan posisinya yang dikemukakan saat pemeriksaan teologisnya, yaitu ia percaya semua kebenaran, baik yang diketahui oleh Allah atau manusia, bersifat proposisional. Seandainya Clowney dan komite mendapati bahwa posisi Clark adalah bahwa pengetahuan Allah serta pengetahuan manusia bersifat proporsional, orang bertanya apa yang mungkin akan mereka simpulkan. Namun, kalaupun Clowney setuju dengan tuduhan Keberatan tersebut, sulit untuk mengetahui dampaknya pada laporan itu maupun pada teologi. Apakah pemikiran bahwa pengetahuan Allah bersifat proposisional secara tidak adil mereduksi Allah ke dimensi manusia? Apakah pemikiran seperti itu menjadi mangsa argumen yang dipopulerkan oleh Ludwig Feuerbach, bahwa manusia menciptakan Allah menurut gambar manusia? Akhirnya Clark merasa bahwa beban pembuktian ada pada profesor Westminster untuk membuktikan adanya keberadaan “kebenaran non proposisional” dan ia menyatakan bahwa mungkin frase “kebenaraan non-proposisional” adalah “sebuah frase tanpa makna.”[109]

Kesimpulan

Mungkin ringkasan terbaik dari keseluruhan kontroversi ini dikemukakan oleh Pendeta Strong yang mengomentari kesia-siaannya yang hampir sempurna, yang berbunyi, “Kontroversi ini sangat disayangkan. Kontroversi ini telah membuang banyak waktu orang…. Tapi mungkin ada nilai yang melekat [dalam upaya]  mengeksplorasi topik inkomprehensibilitas [Allah]. Kita berharap bahwa telah ada manfaat yang diperoleh.”[110] Terlepas dari kontroversi ini dan semua rasa sakit pribadi yang pasti diakibatkannya, Clark masih bisa bercanda tentang situasi tersebut, dan menulis kepada J. Oliver Buswell, “Anda rasa lucu tidak bahwa Anda dan Van Til dan Saya, masing-masing berpikir bahwa dua orang lainnya di antara kita sangat tidak ketulungan bingungnya?”[111]


[1] “Calvary Church Leaving the OPC” (dokumen yang tak diterbitkan, 31 Desember 1948), WTS Archives. Catatan: Anggota Fakultas WTS yang berpidato “berapi-api” tersebut adalah R. B. Kuiper.—Heerema, “The Orthodox Presbyterian Church,” 26.

[2] Sidang Raya Orthodox Presbyterian Church, berita acara rapat (Philadelphia, PA: Chestnut Hill, 17–23 Mei 1945), 5–30.

[3] Ibid., 53.

[4] Surat GHC untuk Edmund Clowney, 20 Februari 1946, WTS Archives.

[5] Ibid.

[6] Sidang Raya Ketiga Belas Presbyterian Church of America, berita acara raoat (Philadelphia, PA: Chestnut Hill, 21–28 Mei 1945), 36–68.

[7] Ibid., 49. Mengulangi hal yang sama, Clark kemudian menulis, “Ada pertanyaan yang saya ajukan kepada para penulis Keberatn yang mereka tolak untuk jawab. Jika ‘mode’ menjawab bagaimana kita tahu, dan ‘objek’ menjawab apa yang kita ketahui, pertanyaannya adalah apa yang dijawab oleh ide ‘isi’? Mereka (sampai hari ini, sejauh yang saya tahu) menolak untuk mendefinisikan ‘isi’ untuk membedakannya dari ‘mode’ dan ‘objek’.”— Surat GHC untuk D. Clair Davis, 14 Oktober 1952, disediakan oleh D. Clair Davis.

[8] Sidang Raya Ketiga Belas Presbyterian Church of America, berita acara raoat (Philadelphia, PA: Chestnut Hill, 21–28 Mei 1945), 49.

[9] Clark, “Studies of the Doctrine of The Complaint.”

[10] Bahwa hal ini sampai terjadi menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi misionaris OPC Francis Mahaffy yang menulis kepada Clarks dari Eritrea, Afrika: “Berita yang kami dengar tentang hal-hal yang terjadi di gereja akhir-akhir ini sama sekali tidak menggembirakan. Terbukti bahwa Gereja kita tidak dapat maju sebagaimana mestinya di dalam atau di luar negeri dengan segala pertengkaran dan perselisihan yang terus-menerus ini… Secara keseluruhan saya sangat senang dengan posisi yang diambil G.A. [Sidang Raya], tetapi saya tidak begitu optimis kalau masalah ini akan berakhir. Saya rasa saya mengenal dengan cukup baik beberapa orang di Seminari itu sehingga saya bisa katakan bahwa mereka tidak akan menerima kekalahan dengan lapang dada tetapi mereka akan menjadi lebih militan menentang sebagian kita yang dianggap ‘sayap kiri.’”—Surat Francis Mahaffy kepada Ruth Clark, 25 September 1946, milik keluarga Clark.

[11] Clelland, “The Christian University,” 221.

[12] Rian, “Needed: An American Christian University,” 289–90, 299–301.

[13] Birch, “Group Looks to Founding of Christian University,” 318–19.

[14] Surat Edwin Rian untuk GHC, 26 Agustus 1942, PCA Archives, 309/48.

[15] Clark, “The Next War,” 71–72.

[16] Rudolph, “A Truly Great and Brilliant Friend,” 105.

[17] Sekitar 14 ha

[18] P. A. B. Widener (1834–1915) adalah seorang pengusaha kaya di Philadelphia businessman dan salah satu pendiri U.S. Steel and the American Tobacco Company.

[19] Birch, “An American Christian University,” 363–65.

[20] Bahasa Indonesia: Universitas Kristen Amerika

[21] Marsden, “University Association Holds Stormy Meeting,” 218–19.

[22] Sloat, “University Association Meets,” 315.

[23] Ibid., 315.

[24] Ibid., 316.

[25] Ibid., 316. (Namun demikian, alasan Clark tidak termasuk anggota dewan bukan hanya akibat penolakan terhadapnya. Edwin Rian menulis untuk Clark, Saya “Saya jadi yakin bahwa karena Anda dipertimbangkan secara paling serius untuk jadi anggota fakultas, akan memalukan bagi anda untuk menjadi anggota asosiasi.”—Surat Edwin Rian untuk GHC, 25 Maret 1943, PCA Archives, 309/48.

[26] Bouma, “That University Project,” 157.

[27] Surat Ned Stonehouse untuk para anggota Christian University Association, 2 Oktober 1946, Christian University Association Files, WTS Archives.

[28] Surat Thomas Birch untuk Rev. Fred Kuehner, 23 September 1946, Christian University Association Files, WTS Archives.

[29] Ibid.

[30] Surat John A. MacDonald untuk Dewan Pengawas Christian University Association, 8 Oktober 1946, Christian University Association Files, WTS Archives.

[31] Surat Robert Moody Holmes untuk Ned Stonehouse, 7 Oktober 1946, Christian University Association Files, WTS Archives.

[32] Orang-orang yang mengundurkan diri dari Dewan pada waktu yang hampir bersamaan adalah : Howard D. Higgins, Uskup Reformed Episcopal Church; Lawrence Gilmore dan Richard Willer Gray, pendeta OPC; John R. Richardson dan R. E. Hough, PCUS pastors; dan P. E. Jobson dari gereja independen.—Surat Ned Stonehouse untuk penerima yang tak diketahui, 3 November 1946, WTS Archives. Lihat juga: Gray, “The O.P.C. and the University Project,” 99.

[33] Surat Robert K. Rudolph untuk Ned Stonehouse, Presiden Asosiasi Universitas Kristen/Christian University Association, 19 Oktober 1946, PCA Archives.

[34] Surat Miss Alice R. Lee untuk Ned Stonehouse, 8 Oktober 1946, WTS Archives.

[35] Surat D. Vander Wagen untuk Ned Stonehouse, 30 September 1946, WTS Archives.

[36] Surat Ned Stonehouse untuk Edwin Rian, 14 Maret 1947, WTS Archives.

[37] Surat Ned Stonehouse untuk Edwin Rian, 9 April 1947, WTS Archives.

[38] Sloat, “Withdrawal of Dr. Rian,” 157.; ––– ed., “Rian Returns to U.S.A. Church,” 190.

[39] Surat Law Offices of Ballard, Spahr, Andrews, & Ingersoll untuk Ned Stonehouse, 5 Januari 1948 dan 16 Januari 1948, Christian University Association Files, WTS Archives.

[40] Roy, “Widener Mansion May Become Club,” 5.

[41] Rhoads dan Anderson, McIntire: Defender of Faith and Freedom, 170.

[42] Dyrness, Bulletin of Wheaton College 1939–1940, 112.

[43] Yeo, Plundering the Egyptians, 158.

[44] Birch, “Orthodox Presbyterian Church News,” 219.; ––– “Presbytery of Philadelphia,” 64.

[45] Birch, “The Clark Case,” 172.

[46] Clowney, “Tichenor to be Ordained,” 281.

[47] Sloat, “Testimony Being Circulated,” 14.

[48] Strong, “The Gordon Clark Case,” 6.

[49] Sidang Raya Keempat Belas Orthodox Presbyterian Church, berita acara rapat (Cedar Grove, WI: 22 May 1947), 17.

[50] Sloat, “Hamilton to Korea Under Independent Board,” 30.

[51] Sidang Raya Keempat Belas Orthodox Presbyterian Church, berita acara rapat (Cedar Grove, WI: 22 Mei 1947), 17. Lihat pula: Rev. Floyd E. Hamilton, “Classification and Mutual Relation of the Mental Faculties” (makalah yang tak diterbitkan, c. 1947), PCA Archives, 309/3.; ––– “The Teaching of Scripture on The Offer of the Gospel” (makalah yang tak diterbitkan, c. 1947), WTS Archives, Stonehouse/Box 6, 1945–1962, folder: Gordon H. Clark controversy.; dan Clark, “Studies of the Doctrine of ‘The Complaint.’”

[52] Martin Bohn, “Paper 15: Usulan kepada Sidang Raya Kelima Belas Orthodox Presbyterian Church,” dalam berita acara rapat (Wildwood, NJ: 13 April 1948), 13.

[53] Martin Bohn, “Paper 16: Usulan kepada Sidang Raya Kelima Belas Orthodox Presbyterian Church,” dalam berita acara rapat (Wildwood, NJ: 13 April 1948), 13.

[54] Sidang Raya Kelima Belas Orthodox Presbyterian Church, berita acara rapat (Wildwood, NJ: 13 April 1948), 18.

[55] Ibid.

[56] Mr. Richard W. Gray and penanda tangan, mengajukan protes resi saat Sidang Raya Kelima Belas Orthodox Presbyterian Church, dalam Berita Acara Rapat (Wildwood, NJ: 13 April 1948), 54.

[57] Surat Samuel J. Allen untuk para pendeta OPC , “Teach, Evangelize, Contend,” 14 April 1947, PCA Archives, 309/18.

[58] Surat Samuel J. Allen untuk para pendeta OPC , “Cause of Division,” 21 April 1947, PCA Archives, 309/18.

[59] Surat Samuel J. Allen untuk para pendeta OPC , “Forthrightness,” 28 April 1947, PCA Archives, 309/18.

[60] Surat Samuel J. Allen untuk para pendeta OPC, “Consistency,” 5 Mei 1947, PCA Archives, 309/18.

[61] Catatan: Francis E. Mahaffy merupakan misionaris ke Eritrea tahun 1945–1968. Ia tamat dari Wheaton College tahun 1941 dan dari WTS tahun 1944. Ia ditahbiskan tahun 1944. Pada tahun yang sama, ia menghadapi oposisi dari Komite Misi Luar Negeri/Committee on Foreign Missions terkait pengutusannya ke Eritrea. Lihat: Sloat, “Testimony Being Circulated,” 14.

[62] Catatan: Thomas Gregory yang tamat dari WTS tahun 1946 ditahbiskan tahun 1947. “Para penulis Keberatan menentang keras dua kandidat untuk mendapat lisensi dan ditahbiskan. Yang pertama adalah Alan E. Tichenor . . . dan yang lainnya adalah Thomas Gregory.”—Gray, “The O.P.C. and the University Project,” 99.

[63] Surat Samuel J. Allen untuk para pendeta di OPC, “Militancy,” 12 May 1947, PCA Archives, 309/18.

[64] Surat Samuel J. Allen untuk para pendeta di OPC, “Sidang Raya,” 19 Mei 1947, PCA Archives, 309/18.

[65] Surat GHC untuk dewak direkur Covenant House, 1 Maret 1948, PCA Archives, 309/67.

[66] Stonehouse, “Dr. Clark Dismissed to U.P. Church,” 260.

[67] Stonehouse, “Philadelphia Presbytery,” 242.

[68] Sloat, “Orthodox Presbyterian Church News: The Church in 1949,” 16.

[69] Para pendeta yang meninggalkan OPC terkait kontroversi penahbisan Clark termasuk: Samuel J. Allen (PCUS, 1948), Martin J. Bohn (UPCNA, 1949), Gordon H. Clark (UPCNA, 1948), Franklin Dyrness (unaffiliated Presbyterian, 1949), Thomas Gregory (UPCNA, 1949), Floyd Hamilton (PCUS, 1955), Richard Willer Gray (independent Presbyterian, 1949), Alan Tichenor (UPCNA, 1948), Edwin Rian (PCUSA, 1947), Clifford Smith (UPCNA, 1947), and Robert Strong (PCUS, 1949).

[70] Surat E. J. Young untuk GHC, 6 Mei 1942, SDCS, 1/81.

[71] Surat GHC untuk the directors of the Covenant House, 1 Maret 1948, PCA Archives, 309/67.

[72] Orthodox Presbyterian Church, membership data 1937–2009, The Association of Religion Data Archives, http://www.thearda.com/Denoms/D_1307.asp.

[73] White, Van Til, Defender of the Faith, 128.

[74] Hart and Muether, “The OPC and the New Evangelicalism,” 107.

[75] Strong, “The Gordon Clark Case,” 9.

[76] Muether, Cornelius Van Til, Reformed Apologist and Churchman, 105.

[77] Clark, “Studies of the Doctrine of The Complaint,” 4.; John Robbins kemudian menulis, “Cornelius Van Til…melengkapi isi mendasar dari sebuah Kebertan.”—Robbins, introduction to Clark Speaks from the Grave, 8.

[78] Clark, “Studies of the Doctrine of The Complaint,” 4.

[79] Van Til, “Surat untuk Editor,” 20.

[80] Cornelius Van Til, “Common Grace Part I: The Christian Philosophy of History,” Westminster Theological Journal 8, no. 1 (1945): 39–60.;—“Common Grace Part II: The Latest Debate about Common Grace,” Westminster Theological Journal 8, no. 2 (1946): 166–200.;—“Common Grace Part III,” Westminster Theological Journal 9, no. 1 (1946): 47–84.

[81] Clark, “Studies of the Doctrine of the Complaint,” 4.

[82] Surat Richard Willer Gray untuk Ned Stonehouse, 7 Januari 1946, WTS Archives.

[83] Surat Edwards Elliott untuk Bob Marsden, 13 Januari 1946, WTS Archives.

[84] Surat Ned Stonehouse untuk Robert K. Churchill, 25 Juli 1946, WTS Archives.

[85] Frame, The Doctrine of the Knowledge of God, 21.

[86] Muether, Cornelius Van Til: Reformed Apologist and Churchman, 108.

[87] Ibid., 98.

[88] Ibid., 98.

[89] Surat Edward F. Hills untuk GHC, 29 April 1947 dan 8 May 1947, PCA Archives, 309/39.; Surat Edward F. Hills untuk Paul Woolley, 29 April 1947, WTS Archives.; Lihat juga: surat Edward F. Hills untuk Ned Stonehouse, 29 April 1947, WTS Archives.

[90] Sidang Raya Kelima Belas Orthodox Presbyterian Church, berita acara rapat (Wildwood, NJ: 13 May 1948), Appendix 21.

[91] Ibid., Appendix 25.

[92] Ibid., Appendix 22.

[93] Ibid., Appendix 88.

[94] Ibid., Appendix 88.

[95] Clark, “Studies of the Doctrine of The Complaint.”

[96] Van Til, An Introduction to Systematic Theology, 171–72.

[97] Surat Kesebelas penatua yang menanda tangani Keberatan kepada para pendeta dan sesi Orthodox Presbyterian Church, 26 April 1948, WTS Archives.

[98] Kuiper, The Complaint.

[99] Van Til, An Introduction to Systematic Theology.

[100] “Keberatan yang dikemukakan pada dasarnya sama dengan pandangan yang dibahas dalam bab ini.”—Van Til, An Introduction to Systematic Theology, 163.

[101] Van Til, An Introduction to Systematic Theology, 159–160.

[102] Namun pada tahun 1948, Van Til menggunakan bahasa yang mirip dengan Keberatan ketika ia menulis, “Karena didasarkan pada wahyu Allah, [Kitab Suci] di satu sisi, sepenuhnya benar, dan di sisi lain, sama sekali tidak identik dengan isi pikiran Allah.”—Van Til, “Introduction” In The Inspiration and Authority of the Bible, 33.

[103] Greg Bahnsen menulis bahwa pendukung Clark dan Clark salah memahami “analogi” Van Til. Bahnsen menjelaskan apa yang ia yakini sebagai perbedaan penting antara analogi dan “secara analog”. Ia menulis, “Van Til tidak mengajarkan bahwa apa yang kita ketahui hanyalah analogi tentang Allah (atau kebenaran tentang Dia), apalagi kalau dikatakan bahwa predikat univokal tentang Allah harus ditolak, melainkan bahwa kita mengenal Allah (serta ciptaan-Nya) secara analog dengan pengetahuan-Nya tentang diri-Nya (dan Ciptaan-Nya).”—Bahnsen, Van Til’s Apologetic, 228–229. Entah kata keterangan kerja yang Bahnsen gunakan yaitu “secara analog” menerangkan kata kerja “tahu” atau “mengetahui”, dalam kedua penggunaannya kata itu harus mengacu pada tindakan mengetahui, yaitu mode, bukan objek pengetahuan. Jadi Bahnsen pasti salah, setidaknya sejauh pandangannya diterapkan pada pandangan awal Van Til, karena Keberatan dengan jelas dan berulang kali menekankan bahwa perbedaan mode yang Clark kemukakan tidak cukup memadai.

[104] Van Til, An Introduction to Systematic Theology, 156.

[105] Ibid., 163.

[106] Frame, Cornelius Van Til: An Analysis of His Thought, 108–113.

[107] Clark, God’s Hammer, 25, 34–35.

[108] Sidang Raya Ketiga Belas Orthodox Presbyterian Church, berita acara rapat (Philadelphia, PA: Chestnut Hill, 21 Mei 1946), 40.

[109] Clark, God’s Hammer, 25, 34–35.

[110] Strong, “The Gordon Clark Case,” 6.

[111] Surat GHC untuk JOB, 14 Desember 1948, PCA Archives, 309/27.

Pos ini dipublikasikan di Biografi. Tandai permalink.

Mau Komentar? Silahkan! Tetapi perhatikan cara diskusi yang baik! Perhatikan juga bahwa semua tulisan di sini berhak cipta, jadi tolong identifikasi sumber anda kalau mau mengutip tulisan di sini! Terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.