Kristus dan Peradaban

Setiap tanggal 25 Desember dan 7 Januari sekitar dua miliar orang memperingati kelahiran Yesus Kristus. Perayaan yang dilakukan dua kali tersebut dua kali lebih ironis karena tanggal itu bukan tanggal kelahiran Yesus dan hampir semua yang merayakan Natal telah melupakan atau bahkan mungkin tidak pernah memahami sama sekali makna kelahiran-Nya. Salah seorang yang paling antusias merayakan Natal yang saya kenal adalah seorang ateis. Dia sangat menyukai hiasan warna-warni, aroma yang harum, wajah ceria anak-anak, pertukaran kado, dan perasaan tenang, betapapun singkatnya. Dia, seperti halnya beratus-ratus juta orang lain adalah pemuja Natal tetapi bukan murid Kristus.

Berbeda dengan teman ateis saya, ratusan ribu orang yang rajin ke gereja, menambahkan perasaan religius ke dalam daftar hal-hal yang mereka sukai dari natal: mereka mencari dan mendapatkan perasaan kagum dan takjub karena mengunjungi bangunan gereja, mendengar kor dan oratorio, mengikuti ritual-ritual dan prosesi-prosesi yang dilakukan oleh pemuka agama yang berpakaian menyolok. Mereka berpandangan bahwa perasaan transenden itu adalah sesuatu yang Kristen. Mereka yang rajin ke gereja itu lebih tertipu dibanding si ateis[1].

Ketidaktahuan yang mendalam tentang Kristus – ketidaktahuan yang tidak dipahami sebagai ketidaktahuan – adalah tragedy skala besar karena kehidupan Kristus – kelahiran, kematian, dan kebangkitan-Nya – tidak hanya merupakan kejadian yang paling penting dalam sejarah umat manusia, tetapi juga jauh lebih penting lagi, merupakan satu-satunya Jalan ke Surga. Jika Yesus bukan satu-satunya Jalan ke surga, maka kehidupan-Nya di dunia tidak punya arti sama sekali. Kehidupan Kristus adalah titik dari mana kita mencatat sejarah dunia, dan tidaklah mungkin memahami sejarah dan peradaban Barat, khususnya Amerika Serikat tanpa memahami kekristenan.

Sudah lebih dari dua ribu tahun sejak kelahiran Yesus di Betlehem dan sejak itu dunia telah berubah secara drastis. Yesus dilahirkan dan dibesarkan di kota kecil Yudea dan Galilea yaitu sebuah provinsi kecil dalam Kekaisaran Roma. Hanya hidup 33 tahun – anak muda dalam dalam standar modern – dan hanya mengajar tiga tahun – karier pendek – sebelum dikhianati oleh seorang yang tidak kita sangka-sangka, ditangkap oleh orang banyak yang dihasut oleh pemimpin kultus Bait Suci,  diadili oleh pengadilan gereja, disiksa dan dibunuh oleh pemerintah Kekaisaran Romawi. Andaikata Yesus hanya orang biasa, segala sesuatu akan berakhir dengan kematian-Nya. Tidak akan ada orang yang memperhatikan-Nya. Yang paling baik yang mungkin terjadi [kalau Dia hanya manusia biasa] adalah Dia akan menjadi bagian dari statistik lain dalam sejarah panjang kekerasan Kekaisaran Romawi kuno. Tetapi Yesus bukan hanya sekedar seorang manusia biasa; dia adalah Pribadi kedua dalam Trinitas, Allah Anak, Logos, Logika dan Hikmat Allah. Seperti yang Dia sudah katakan sebelumnya, tiga hari setelah penyaliban-Nya dia berjalan keluar dari kubur yang dijaga ketat. Yang terburuk yang dapat dilakukan satu-satunya gereja yang tampak waktu itu dan Kekaisaran Romawi  yang paling berkuasa telah gagal. Yesus hidup dan tidak akan pernah mati lagi.

Sekitar enam abad sebelumnya di tempat yang jauhnya beberapa ratus mil di Timur dari sana, Raja Nebukadnezar dari kekaisaran Babel bermimpi. Nebukadnezar melihat “sebuah patung yang amat besar! Patung ini tinggi, berkilau-kilauan luar biasa, tegak” di hadapan sang Raja, “dan tampak mendahsyatkan. Adapun patung itu, kepalanya dari emas tua, dada dan lengannya dari perak, perut dan pinggangnya dari tembaga, sedang pahanya dari besi dengan kakinya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat.” Nebukadnezar “melihatnya, terungkit lepas sebuah batu tanpa perbuatan tangan manusia, lalu menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang dari besi dan tanah liat itu, sehingga remuk. Maka dengan sekaligus diremukkannyalah juga besi, tanah liat, tembaga, perak dan emas itu, dan semuanya menjadi seperti sekam di tempat pengirikan pada musim panas, lalu angin menghembuskannya, sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan. Tetapi batu yang menimpa patung itu menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi.” (Daniel 2)

Dengan firman ini, Allah melalui Daniel menubuatkan kedatangan Kristus dan Kerajaan-Nya. Kristus adalah batu – Sang Batu Karang – yang akan menghancurkan patung itu berkeping-keping. Patung itu merupakan kerajaan dunia. Selama sekitar dua ribu tahun terakhir batu itu telah berkembang, kadang-kadang tidak tampak, kadang-kadang tampak jelas, tetapi perkembangannya tidak tertahankan. Kekristenan secara mendalam telah merubah masyarakat kemana dia datang. Merubah institusi, kepercayaan, dan budaya mereka. Karena kekeristenan tidak berasal dari dunia, tidak diciptakan dengan tangan manusia, atau buah pemikiran manusia, maka Kekeristenan menghancurkan lembaga non-Kristen dan menciptakan peradaban baru.

Diterjemahkan Ma Kuru dari: Christ and Civilization, John W. Robbins, halaman 5 – 7


[1] Ironisnya, orang yang rajin ke gereja yang mencari pengalaman religious itu juga kemungkinan besar akan menertawakan kaum fundamentalis atas emosionalnya “altar call” di kalangan fundamentalis. Orang-orang ini harus menyingkirkan dulu balok-balok emas indah yang ada di matanya sebelum mencoba mengeluarkan selumbar dari mata orang lain.

Pos ini dipublikasikan di Injil, John W. Robbins, Terjemahan, Yesus. Tandai permalink.

Mau Komentar? Silahkan! Tetapi perhatikan cara diskusi yang baik! Perhatikan juga bahwa semua tulisan di sini berhak cipta, jadi tolong identifikasi sumber anda kalau mau mengutip tulisan di sini! Terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.